Keroncong adalah nama dari
instrumen musik sejenis
ukulele dan juga sebagai nama dari jenis musik khas
Indonesia yang menggunakan instrumen musik keroncong,
flute, dan seorang penyanyi wanita.
Asal-usul
Akar keroncong berasal dari sejenis musik
Portugis yang dikenal sebagai
fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan
budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke
Nusantara. Dari daratan
India (
Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari
Maluku.
Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan
serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut
moresco (sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka agak lamban
ritmenya), di mana salah satu lagu oleh Kusbini disusun kembali kini
dikenal dengan nama Kr. Muritsku, yang diiringi oleh alat musik dawai.
Musik keroncong yang berasal dari
Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan
seruling serta beberapa komponen
gamelan.
Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di
banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa
keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian
meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik
rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya grup musik
Beatles
dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian,
musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai
lapisan masyarakat di Indonesia dan
Malaysia hingga sekarang.
Fado, Gereja Protestan dan Musik Keroncong
Seperti diketahui bahwa Musik Keroncong masuk ke Indonesia sekitar tahun 1512, yaitu pada waktu Ekspedisi Portugis pimpinan Alfonso de Albuquerque datang ke
Malaka dan
Maluku tahun 1512. Tentu saja para pelaut Portugis membawa lagu jenis
Fado, yaitu lagu rakyat Portugis bernada Arab (tangga nada minor, karena orang
Moor Arab
pernah menjajah Portugis/Spanyol tahun 711 - 1492. Lagu jenis Fado
masih ada di Amerika Latin (bekas jajahan Spanyol), seperti yang
dinyanyikan Trio
Los Panchos atau
Los Paraguayos, atau juga lagu di
Sumatera Barat (budaya Arab) seperti Ayam Den Lapeh.
Pada waktu tawanan Portugis dan budak asal Goa (
India)
di Kampung Tugu dibebaskan pada tahun 1661 oleh Pemerintah Hindia
Belanda (VOC), mereka diharuskan pindah agama dari Katholik menjadi
Protestan, sehingga kebiasaan menyanyikan lagu Fado menjadi harus
bernyanyi seperti dalam Gereja Protestan, yang pada tangga nada mayor.
Selanjutnya pada tahun 1880 Musik Keroncong lahir, dan awal ini Musik Keroncong juga dipengaruhi lagu
Hawai yang dalam tangga nada mayor, yang juga berkembang pesat di Indonesia bersamaan dengan Musik Keroncong (lihat Musik Suku Ambon atau The Hawaian Seniors pimpinan Jenderal Polisi Hugeng).
Alat-alat musik
Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti
biola,
ukulele, serta
selo.
Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai
oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh
komunitas keturunan budak Portugis dari
Ambon yang tinggal di Kampung Tugu,
Jakarta Utara,
yang kemudian berkembang ke arah selatan di Kemayoran dan Gambir oleh
orang Betawi berbaur dengan musik Tanjidor (tahun 1880-1920). Tahun
1920-1960 pusat perkembangan pindah ke
Solo, dan beradaptasi dengan irama yang lebih lambat sesuai sifat
orang Jawa.
Pem-"pribumi"-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti
Saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup
- ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E; sebagai alat musik utama yang menyuarakan crong - crong sehingga disebut keroncong (ditemukan tahun 1879 di Hawai, dan merupakan awal tonggak mulainya musik keroncong)
- ukulele cak, berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan in F);
- gitar akustik sebagai gitar melodi, dimainkan dengan gaya kontrapuntis (anti melodi);
- biola (menggantikan Rebab); sejak dibuat oleh Amati atau Stradivarius dari Cremona Itali sekitar tahun 1600 tidak pernah berubah modelnya hingga sekarang;
- flute (mengantikan Suling Bambu), pada Era Tempo Doeloe memakai Suling Albert (suling kayu hitam dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah, contoh orkes Lief Java), sedangkan pada Era Keroncong Abadi telah memakai Suling Bohm (suling metal semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada yang indah, contoh flutis Sunarno dari Solo atau Beny Waluyo dari Jakarta);
- selo; betot menggantikan kendang, juga tidak pernah berubah sejak dibuat oleh Amati dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600, hanya saja dalam keroncong dimainkan secara khas dipetik/pizzicato;
- kontrabas (menggantikan Gong), juga bas yang dipetik, tidak pernah berubah sejak Amati dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600 membuatnya;
Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar yang kontrapuntis dan selo yang ritmis mengatur peralihan
akord.
Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen
bawah. Flut mengisi hiasan atas, yang melayang-layang mengisi ruang
melodi yang kosong.
Bentuk keroncong yang dicampur dengan
musik populer sekarang menggunakan organ tunggal serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroncong (di pentas pesta organ tunggal yang serba bisa main keroncong, dangdut, rock, polka, mars).
Jenis keroncong
Musik keroncong lebih condong pada progresi
akord
dan jenis alat yang digunakan. Sejak pertengahan abad ke-20 telah
dikenal paling tidak tiga macam keroncong, yang dapat dikenali dari pola
progresi
akordnya.
Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu
keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang
berlaku. Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola
tersebut. Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta
adaptasi.
Perkembangan musik keroncong masa kini
Setelah mengalami evolusi yang panjang sejak kedatangan orang
Portugis di Indonesia (1522) dan pemukiman para budak di daerah Kampung
Tugu tahun 1661, dan ini merupakan
masa evolusi awal musik keroncong yang panjang (1661-1880), hampir dua abad lamanya, namun belum memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan suara crong-crong-crong, sehingga boleh dikatakan
musik keroncong belum lahir tahun 1661-1880.
Dan akhirnya
musik keroncong mengalami masa evolusi pendek terakhir sejak tahun 1880 hingga kini,
dengan tiga tahap perkembangan terakhir yang sudah berlangsung dan satu
perkiraan perkembangan baru (keroncong millenium). Tonggak awal adalah
pada tahun 1879
[4], di saat penemuan
ukulele di Hawai
. yang segera menjadi alat musik utama dalam keroncong (suara ukulele: crong-crong-crong), sedangkan awal keroncong millenium sudah ada tanda-tandanya, namun belum berkembang (Bondan Prakoso).
Empat tahap masa perkembangan tersebut adalah
- (a) Masa keroncong tempo doeloe (1880-1920),
- (b) Masa keroncong abadi (1920-1960), dan
- (c) Masa keroncong modern (1960-2000), serta
- (d) Masa keroncong millenium (2000-kini)
-
Masa keroncong tempo doeloe (1880-1920)
Ukulele ditemukan pada tahun 1879 di
Hawaii,
sehingga diperkirakan pada tahun berikutnya Keroncong baru menjelma
pada tahun 1880, di daerah Tugu kemudian menyebar ke selatan daerah
Kemayoran dan Gambir (lihat ada lagu Kemayoran dan Pasar Gambir, sekitar
tahun 1913).
Komedie Stamboel 1891-1903 lahir di Kota Pelabuhan Surabaya tahun 1891, berupa Pentas Gaya Instanbul,
yang mengadakan pertunjukan keliling di Hindia Belanda, Singapura, dan
Malaya lewat jalur kereta api maupun kapal api. Pada umumnya pertunjukan
meliputi Cerita 1001 Malam (Arab) dan Cerita Eropa (Opera maupun
Rakyat), termasuk Hikayat India dan Persia. Sebagai selingan, antar
adegan maupun pembukaan, diperdengarkan musik mars, polka, gambus, dan
keroncong. Khusus musik keroncong dikenal pada waktu itu Stambul I,
Stambul II, dan Stambul III.
Pada waktu itu lagu Stambul berirama cepat (sekitar meter 120 untuk satu ketuk seperempat nada), di mana Warga
Kampung Tugu maupun
Kusbini menyebut sebagai Keroncong Portugis, sedangkan
Gesang menyebut sebagai Keroncong Cepat,
dan berbaur dengan Tanjidor yang asli Betawi. Pada masa ini dikenal
para musisi Indo, dan pemain biola legendaris adalah M. Sagi (perhatikan
rekaman
Idris Sardi
main biola lagu Stambul II Jali-jali berdasarkan aransemen dari M.
Sagi). Seperti diketahui bahwa panjang lagu stambul adalah 16 birama,
yang terdiri atas:
Stambul I:
Lagu ini misalnya Terang Bulan, Potong Padi, Nina Bobo, Sarinande, O
Ina Ni Keke, Bolelebo, dll. dengan struktur bentuk A - B - A - B atau A -
B - C - D (16 birama):
- |I , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
- |, , , , |, , , , |, , , , |I , , , |
- |I7, , , |IV, , , |, , V7, |I , , , |
- |, , , , |V7, , , |, , , , |I , , , ||
Stambul II:
Lagu ini misalnya Si Jampang, Jali-Jali, di mana masuk pada Akord IV
sebagai ciri Stambul II dengan struktur A - B - A - C (16 birama):
- |I . . . |. . . . |. . . . |IV, , , | (tanda . artinya tacet)
- |, , , , |, , , , |, , V7, |I , , , |
- |, , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
- |, , , , |, , , , |, , , , |I , , , ||
Stambul III:
Lagu ini misalnya Kemayoran, di mana mirip dengan Keroncong A sli
sehingga sering salah diucapkan dengan Kr. Kemayoran, yang seharusnya
Stambul III Kemayoran, dengan struktur Prelude - A - Interlude - B - C
(16 birama):
- Pr|I , , , |, , , , | Prelude 2 birama
- A1|, , , , |, , , , |
- A2|II#, , ,|V7, , , | Modulasi 2 birama
- In|, , , , |IV, , , | Interlude 2 birama
- B1|, , , , |I , , , |
- B2|V7, , , |I , , , |
- C1|, , , , |, , , , |
- C2|V7, , , |I , , , ||
Musiq Losquin Bugis: Dari periode tempo doeloe ini lahir pula di Makassar bentuk keroncong khas yang dikenal sebagai musiq losquin Bugis, misalnya lagu Ongkona Arumpone yang dinyanyikan oleh Sukaenah B. Salamaki. Irama keroncong ini, tanpa seruling-biola-cello, tapi dengan melodi guitar yang kental, mirip seperti gaya Tjoh de Fretes dari Ambon.
Kalau kita hubungkan kesemua ini, maka ada garis kesamaan dengan Orkes
Keroncong Cafrino Tugu (Kr. Pasar Gambir) – Orkes Keroncong Lief Java
(Kr. Kali Brantas) – Losquin Bugis (Ongkona Arumpone) – Orkes Hawaian
Tjoh de Fretes (Pulau Ambon), yaitu gaya era tempo doeloe dengan irama yang cepat sudah dengan kendangan cello dan dengan guitar melodi yang kental.
Masa keroncong abadi (1920-1960)
Pada masa ini panjang lagu telah berubah menjadi 32 birama, akibat
pengaruh musik pop Amerika yang melanda lantai dansa Hotel2 di Indonesia
pada waktu itu, dengan musisi didominasi dari Filipina (spt Pablo,
Sambayon, dll), dan berakibat juga lagu pada waktu itu telah 32 birama
juga, perhatikan lagu Indonesia Raya (diciptakan tahun 1924) pada waktu
itu juga sudah 32 birama. Selanjutnya pusat perkembangan beralih ke
timur mengikuti jaringan kereta api melalui Solo dan iramanya juga lebih
lamban (sekitar 80 untuk seperempat nada) dengan kendangan cello mirip
kendangan gamelan, dan permainan gitar melodi mirip alunan siter musik
gamelan yang kontrapuntis. Masa ini lahir para musisi Solo, seperti
Gesang dan penyanyi legendaris
Annie Landouw. Lagu Keroncong Abadi terdiri atas: Langgam Keroncong, Stambul Keroncong, dan Keroncong Asli.
Langgam Keroncong
Bentuk lagu langgam ada dua versi. Yang pertama A - A - B - A dengan
pengulangan dari bagian A kedua seperti lagu standar pop: Verse A -
Verse A - Bridge B - Verse A, panjang 32 birama. Beda sedikit pada versi
kedua, yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Meski sudah
memiliki bentuk baku, namun pada perkembangannya irama ini lebih bebas
diekspresikan. Penyanyi serba bisa
Hetty Koes Endang
misalnya, dia sering merekam lagu-lagu non keroncong dan langgam
menggunakan irama yang sama, dan kebanyakan tetap dinamakan langgam.
Alur akord-nya sebagai berikut:
- Verse A | V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
- Verse A |V7 , , , | I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
- Bridge B |I7 , , , |IV , , , | IV , V , | I , , , | I , , , | II# , , , | II# , , , | V , , ,|
- Verse A |V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
Stambul Keroncong:
Stambul Keroncong berbentuk (A-B-A-B') x 2 = 16 birama x 2 = 32
birama, merupakan modifikasi Stambul II yang 16 birama menjadi 32 birama
(menyesuaikan standar Keroncong Abadi yang 32 birama). Stambul
merupakan jenis keroncong yang namanya diambil dari bentuk sandiwara
yang dikenal pada akhir abad ke-19 hingga paruh awal abad ke-20 di
Indonesia dengan nama Komedi stambul. Nama "stambul" diambil dari
Istambul di
Turki.
Alur akord Stambul Keroncong adalah sbb. (tanda - adalah tacet atau iringan tidak dibunyikan):
- |I - - - | - - - - | - - - - |IV , , , | dibuka dg broken chord I utk mencari nada
- |IV , , , |IV , , , |IV , V ,|I , , , |
- |I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
- |V , , , |V , , , |V , , , |I , , , |
- |I , , , |I , , , |I , , , |IV , , , | 16 birama ini pengulangan dari 16 birama pertama atau sama
- |IV , , , |IV , , , |IV , V , |I , , , |
- |I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
- |V , , , |V , , , |V , , , |I , , , |
Keroncong Asli
Keroncong asli memiliki bentuk lagu A - B - B'. Lagu terdiri atas 8
baris, 8 baris x 4 birama = 32 birama, di mana dibuka dengan PRELUDE 4
birama yang dimainkan secara instrumental, kemudian disisipi INTERLUDE
standar sebanyak 4 birama yang dimainkan secara instrumental juga.
Keroncong asli diawali oleh voorspel atau prelude, atau intro
yang diambil dari baris 7 (B3) mengarah ke nada/akord awal lagu, yang
dilakukan oleh alat musik melodi seperti seruling/flut, biola, atau
gitar; dan tussenspel atau interlude atau intermezzo di tengah-tengah setelah modulasi/modulatie/modulation yang standar untuk semua keroncong asli: Alur akordnya seperti tersusun di bawah ini:
- Pr |V , , , |I , I7 , |IV , V7 , |I , , , | Prelude 4 birama diambil dari baris ke-7 (B3)
- (A1) | I , , , | I , , , | V , , , | V , , , |
- (A2) |II# , , , | II# , , , | V , , , | Modulasi merupakan ciri keroncong asli sebanyak 4 birama
- In |V , , , | V , , , | V , , , |IV , , , | Interlude 4 birama untuk semua lagu menjadi standar
- (B1) | IV , , ,| IV , , ,|V7 , , , | I , , , |
- (B2) |I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , I7 , |
- (B3) |IV , V7 , |I , I7 , | IV , V7 , |I , , , |
- (B2) | I , , , | V7 , , , | V7 , , ,| I , , , |
Kadensa Keroncong Dalam Teori Musik Klasik dikenal 4 (empat)
jenis Kadensa, di mana Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni sebagai
penutup pada akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup
sempurna melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi
tersebut. Sedangkan Tierce de Picardy boleh dimasukan dalam Kadensa, dan
pada Masa Keroncong Abadi tercipta satu Kadensa baru, disebut Kadensa
Keroncong dengan rangkaian penutup I-I7-IV-V7-I.
- Kadensa dengan rangkaian V7-I disebut sebagai Kadensa Sempurna, karena sempurna menutup rangkaian tersebut dan terasa berhenti sempurna.
- Tetapi kalau akord X-V7 menjadi akhir rangaian, maka disebut Kadensa Tidak Sempurna atau Setengah Kadensa, misalnya rangkaian Super Tonik - Dominan Septim.
- Kalau rangkaian harmoni diakhiri pada X-VI, maka disebut Kadensa Terputus, misalnya Doninan Septim - Submedian.
- Dalam rangkaian IV-I disebut Kadensa Plagal, mempunyai sifat sendu seperti kalau kita mengucap "Amin" dalam salat.
- Lagu kunci minor ditutup pada kunci mayor, disebut Tierce de Piecardy, jadi sebenarnya bukan kadensa, namun biasanya dipakai dalam akhir lagu
- Kadensa Keroncong, khusus dikembangkan dalam musik keroncong, yaitu rangkaian harmoni I7-IV-V7-I
Ismail Marzuki (1914-1958) Komponis Ismail Marzuki termasuk hidup dalam Era Keroncong Abadi, namun lagu-lagunya sangat modern pada zamannya, misalnya Sepasang Mata Bola ditulis dalam kunci minor sehingga dapat dinyanyikan dengan iringan keroncong seperti keroncong beat (1958).
Gambang Keromong Gambang Keromong adalah salah satu gaya
keroncong yang dikembangkan oleh Etnis Tionghoa (gambang adalah alat
musik bilah kayu seperti marimba, sedangkan keromong adalah istilah lain
dari kempul) yang dikembangkan sekitar tahun 1922 di Kemayoran Jakarta
(tanjidor), namun kemudian berkembang di Semarang sekitar tahun 1949
(ingat lagu Gambang Semarang - Oey Yok Siang). Sebenarnya Gambang
Keromong yang lahir pada Masa Keroncong Abadi 1920-1960 adalah cikal
bakal Campursari yang lahir pada Masa Keroncong Modern.
Masa Keemasan (The Golden Age). Pada tahun 1952, Radio
Republik Indonesia (RRI) menyelenggarakan perlombaan Bintang Radio
dengan 3 jenis, Keroncong, Hiburan dan Seriosa. Di sanmping itu juga
dilombakan mencipta lagu keroncong, salah satu pememnag adalah Musisi
Kusbini dengan lagu Keroncong Pastoral. Pada masa akhir dari Keroncong
Abadi (1920-1960) ini merupakan Masa Keemasan (Golden Age) bagi musik
keroncong.
Masa keroncong modern (1960-2000)
Perkembangan keroncong masih di daerah Solo dan sekitarnya, namun
muncul berbagai gaya baru yang berbeda dengan Masa Keroncong Abadi
(termasuk musisinya), dan merupakan pembaruan sesuai dengan
lingkungannya.
Mulai
Masa keroncong modern (1960-2000)
semua aturan baku (pakem)
Musik Keroncong tidak berlaku, karena
mengikuti aturan baku (pakem)
Musik Pop yang berlaku
universal, misalnya tangga nada minor, moda pentatonis Jawa/Cina, rangkaian harmoni diatonik dan kromatik, akord disonan, sifat politonal atau atonal (pada campursari), tidak megenal lagi pakem bentuk keroncong asli atau stambul, ada irama nuansa dangdut (congdut), mulai tahun 1998 musik rap mulai masuk (Bondan Prakoso), dlsb.
Langgam Jawa
Bentuk adaptasi keroncong terhadap tradisi musik gamelan dikenal sebagai
langgam Jawa,
yang berbeda dari langgam yang dimaksud di sini. Langgam Jawa memiliki
ciri khusus pada penambahan instrumen antara lain siter, kendang (bisa
diwakili dengan modifikasi permainan cello ala kendang), saron, dan adanya bawa atau suluk
berupa introduksi vokal tanpa instrumen untuk membuka sebelum irama
dimulai secara utuh. Tahun 1968 Langgam Jawa berkembang menjadi
Campursari.
Umumnya mempunyai struktur lagu pop yaitu A - A - B - A atau juga A -
B - C - D dangan jumlah 32 birama. Lagu Langgam Jawa yang terkenal pada
tahun 1958 adalah ciptaan
Anjar Any (1936-2008): Yen Ing Tawang Ana Lintang (Tawang dalam
Bahasa Jawa berarti: awang-awang, langit, dan makna lain nama suatu desa di Magetan, Kalau di Langit Ada Bintang). Langgam Jawa menjadi terkenal oleh
Waljinah yang pernah sebagai juara tingkat sekolah SMP di RRI Solo tahun 1958.
Keroncong Beat
Dimulai oleh Yayasan Tetap Segar pimpinan
Rudi Pirngadie,
di Jakarta pada tahun 1959 dan bisa mengiringi lagu barat pop (mau
melangkah lebih bersifat universal). Pada waktu itu Idris Sardi ikut tur
ke New York World's Fair
Amerika Serikat dengan biola tahun 1964 dengan maksud mau memperkenalkan lagu pop barat (I left my heart in San Fransico,
pada waktu itu tahun 1964 lagu ini merupakan salah satu hit di dunia)
dengan iringan keroncong beat, namun dia kena denda melanggar
hak cipta akibat tanpa izin.
Dengan Keroncong Beat maka berbagai lagu (bukan dengan rangkaian
harmoni keroncong, termsuk kunci Minor) dapat dinyanyikan seperti La
Paloma, Monalisa, Widuri, Mawar Berduri, dll.
Campur Sari
Di Gunung Kidul (DI Yogyakarta) pada tahun 1968
Manthous memperkenalkan gabungan alat gamelan dan musik keroncong, yang kemudian dikenal sebagai Campursari. Kini daerah
Solo,
Sragen,
Ngawi, dan sekitarnya, terkenal sebagai pusat para artis musik
campursari.
Keroncong Koes-Plus
Koes Plus
dikenal sebagai perintis musik rock di Indonesia, pada sekitar tahun
1974 juga berjasa dalam musik keroncong yang rock. Keroncong Pertemuan
adalah Keroncong Koes Plus dengan struktur bentuk campuran (dalam bahasa
Belanda disebut Meng-vorm atau Inggris Combine form) antara Stambul II
dan langgam Keroncong.
Keroncong Dangdut (Congdut)
Keroncong dangdut (
Congdut) adalah jawaban atas derasnya pengaruh musik
dangdut
dalam musik populer di Indonesia sejak 1980-an. Seiring dengan
menguatnya campur sari di pentas musik populer etnis Jawa, sejumlah
musisi, konon dimulai dari
Surakarta, memasukkan unsur beat dangdut ke dalam lagu-lagu
langgam Jawa klasik maupun baru.
Didi Kempot adalah tokoh utama gerakan pembaruan ini. Lagu-lagu yang terkenal antara lain Stasiun Balapan, Sewu Kuto.
Masa Kejayaan Musik Keroncong. Pada Masa Keroncong Modern
adalah Masa Kejayaan Musik Keroncong, di mana terdengar di mana-mana
musik Langgam Jawa, Keroncong Beat, Campursari, koes Plus dan terakhir
dengan Congdut dari Didi Kempot, hingga ke Suriname dan Belanda
(2004-2008). Rupa-rupanya ini merupakan puncak kejayaan Musik Keroncong,
sehingga Gesang khawatir bahwa Keroncong Akan Mati (2008, ucapan dia
sebelum wafat).
Masa keroncong millenium (2000-kini)
Walaupun musik keroncong di era millenium (tahun 2000-an) belum
menjadi bagian dari industri musik pop Indonesia, tetapi beberapa pihak
masih mengapresiasi musik keroncong. Kelompok musik Keroncong Merah
Putih, kelompok keroncong berbasis Bandung masih cukup aktif melakukan pertunjukan. Selain itu,
Bondan Prakoso
dan grupnya Bondan Prakoso & Fade 2 Black, menciptakan komposisi
berjudul "Keroncong Protol" yang berhasil memadukan musik gaya rap
dengan musik latar belakang irama keroncong. Pada tahun 2008 @ Solo
International Keroncong Festival,
Harmony Chinese Music Group membuat suasana lain dengan memasukan unsur alat musik tradisional Tionghoa dan menamainya sebagai Keroncong Mandarin
Tokoh keroncong
Salah satu tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam membesarkan musik keroncong adalah bapak
Gesang. Lelaki asal kota Surakarta (Solo) ini bahkan mendapatkan santunan setiap tahun dari pemerintah
Jepang
karena berhasil memperkenalkan musik keroncong di sana. Salah satu
lagunya yang paling terkenal adalah(lagu)|Bengawan Solo. Lantaran
pengabdiannya itulah, oleh Gesang dijuluki "Buaya Keroncong" oleh insan
keroncong Indonesia, sebutan untuk pakar musik keroncong. Gesang
menyebut irama keroncong pada MASA STAMBUL (1880-1920), yang berkembang
di Jakarta (Tugu , Kemayoran, dan Gambir) sebagai Keroncong Cepat;
sedangkan setelah pusat perkembangan pindah ke Solo (MASA KERONCONG
ABADI: 1920-1960) iramanya menjadi lebih lambat.
Asal muasal sebutan "Buaya Keroncong" untuk Gesang berkisar pada lagu ciptaannya, "Bengawan Solo".
Bengawan Solo adalah nama sungai yang berada di wilayah Surakarta. Seperti diketahui,
buaya memiliki habitat di rawa dan sungai.
Reptil
terbesar itu di habitanya nyaris tak terkalahkan, karena menjadi
pemangsa yang ganas. Pengandaian semacam itulah yang mendasari mengapa
Gesang disebut sebagai "Buaya Keroncong".
Di sisi lain nama
Andjar Any
(Solo, pencipta Langgam Jawa lebih dari 2000 lagu yang meninggal tahun
2008) juga mempunyai andil dalam keroncong untuk Langgam Jawa beserta
[[Waldjinah99 (Solo), sedangkan R. Pirngadie (Jakarta) untuk Keroncong Beat, Manthous (Gunung Kidul, Yogyakarta) untuk Campursari dan Koes Plus (Solo/Jakarta) untuk Keroncong Rock, serta Didi Kempot (Solo) untuk Congdut.
Sumber
Wikipedia